Pernahkah Anda mendengar Nanotechnologist, atau ada istilah
lain Medical Roboticist, Computer Forensic
Analyst, atau Seed
Production Engineer, Biomedical Engineer, Biorefinary Plant Specialist?. Dalam kesempatan ini saya ingin mengajak Anda terutama para
remaja untuk melihat kedirian kita dalam konteks sosial yang lebih luas,
bahwa di luar diri kita, rumah, teman-teman, sekolah, lingkungan kita ada hal
menarik untuk dijadikan sandaran, tujuan, pegangan, acuan atau apapun
sehingga kita tidak terjebak dalam radius lingkaran yang kecil dalam melihat
dan menjalani kehidupan kita.
|
Jika kita mendengar nama Mark Zuckerberg,
Steve Jobs, Bill Gates, Sergey Brin, Larry Page, hampir semua mengenal mereka
sebagai orang muda super sukses. Baru-baru ini peraih hadiah Nobel perdamaian
juga orang muda, Tawakul Karmen, wanita 31 tahun seorang jurnalis yang aktif
memperjuangkan hak asasi dan kebebasan berekspresi. Kita melihat banyak orang
hebat di luar sana, yang tidak cuma pintar di dalam tapi juga punya
kontribusi untuk orang lain. Namun jika kita berusaha menilik ke dalam,
Indonesia punya banyak sekali orang muda yang luar biasa. Sebut saja seperti
Muhammad Aimar dari Pangkal Pinang, peraih medali emas pada Olimpiade Sains
Kuark tahun 2011 yang lalu, ada juga Steven Yuwono yang menjadi juara
Olimpiade Sains di Taiwan pada 2008 lalu. Kita bisa saja merasionalisasi
peristiwa itu sebagai peristiwa langka. Namun bagaimana dengan nama Henrikus
Kusbiantoro sang desaigner logo kelas dunia, Sehat Sutardja pendiri Marvell
Corporation yang pusatnya di Silicon valley, Oki Gunawan yang bekerja di Pusat
Riset IBM atau Merry Riana wanita belia yang sukses di Singapura dan bahkan
dinotbatkan sebagai wanita paling sukses dan inspiratif oleh Menpora-nya
Singapura. Jika diteruskan, ternyata banyak orang muda Indonesia yang
hebat.
|
Orang "setengah tua" yang hebat pun tidak kalah jumlahnya di negeri ini. Sebut saja Pak Sugiarto yang masih berusia 31 tahun tapi sudah memikirkan bagaimana menghasilkan air bersih buat warganya dan mengawali perjuangannya dengan menanam bibit beberapa jenis pohon, atau Ibu Tri Mumpuni yang "mencerahkan" masyarakat dengan teknologi listik yang sederhana namun bisa diterapkan dan ternyata manfaatnya amat sangat besar sehingga masyarakat desa tetap bisa membaca di malam hari dan melanjutkan kegiatan lain tanpa terhalang oleh kegelapan; Kak Butet Manurung, Mama Yosepha Alomang -dan masih banyak lagi nama-nama Indonesia yang kiprahnya tidak hanya di peruntukkan bagi kedirian, namun lebih pada kemasyarakatan dan keIndonesiaan. |
Seringkali kita berpikir, untuk apa
memikirkan yang hebat-hebat dan jauh-jauh, memikirkan persoalan diri sendiri
saja sulit dan tidak selesai. Untuk apa repot-repot berusaha kalau
sekarang saja sudah nyaman.
|
Bergerak, Berubah dan Maju
|
Mengacu pada istilah-istilah di paragraph
pertama, itu semua adalah jenis pekerjaan yang dibutuhkan dalam rentang
waktu 10 tahun mendatang. Sangat mungkin Indonesia pun membutuhkan jenis
pekerjaan tersebut untuk memajukan pertanian, teknologi media & informasi
serta sektor lain seperti konstruksi, industri serta pariwisata. Jika
dilihat dari peta Indonesia, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus di
bereskan untuk bisa jadi "orang maju" dan masyarakat maju; namun di
pihak lain kesempatan untuk berpartisipasi dalam mewujudkannya pun sangat
besar. Terlepas dari kondisi pemerintah dan birokrasi serta praktek hukum
yang masih tidak jelas, masing-masing pribadi sudah pasti punya tugas dan
misi "pribadi" ketika dilahirkan ke dunia ini yang harus di
aktualisasikan semasa hidup. Jika dilihat dari kaca mata humanistik, setiap
orang punya gravitasi terhadap evolusi sehingga jika proses evolusi ini
berjalan serentak, maka tindakan individual akan menjadi gerakan kolektif
yang menghasilkan perubahan kolektif. Paragraph kedua, melukiskan orang-orang
yang mengaktualisasikan kemampuan dan talentanya, searah dengan hidup mereka
masing-masing. Contoh ini ingin mengatakan bahwa setiap orang dibekali
talenta dan potensi yang memampukan masing-masing mewujudkan sesuatu yang
baik demi kebaikan manusia (for human kind). Jadi mewujudkan sesuatu yang baik tidak mesti jadi orang
besar dan orang terkenal dulu; dan mewujudkan yang besar pun tidak selalu
membuat kita jadi pahlawan besar dan terkenal. Saya yakin banyak dari pembaca
yang asing dengan nama-nama tersebut di atas.
|
Hidup dalam ilusi dan otomatisasi
|
Apa hubungannya antara paragraph satu dan
dua? Apakah artikel ini ingin memotivasi pembaca untuk menjadi orang hebat?
Tentunya tidak demikian. Sederhananya, artikel ini ingin mengajak pembaca
untuk melihat ke dalam diri, supaya menemukan kembali apa yang menjadi
rencana hidup masing-masing agar hari lepas hari tidak berjalan begitu saja
secara otomatis, karena dalam otomatisasi, tidak ada perubahan dan kemajuan.
Di dalam setiap pribadi sudah tentu di tanamkan potensi laten yang akan
teraktualisasikan jika ada media dan sarana (waktu, tempat, kesempatan).
Pertanyaannya bukanlah apakah kesempatan itu harus dicari ataukah ditunggu.
Masalah yang jauh lebih mendasar adalah, apakah do
we want to know what can we do and what can we be ?
Atau pertanyaan itu malah menimbulkan kecemasan karena seolah kita diingatkan
pada sesuatu yang fundamental "sesuatu yang hilang atau terlupakan atau
diabaikan karena kekecewaan terhadap situasi, kenyamanan, atau rasa takut
jika gagal " atau bahkan takut jika tidak bisa mengelola kesuksesan,
sehingga alih-alih berusaha eksploratif dan progresif, malah memilih hidup
yang mediocre.
|
Para remaja terutama, kini banyak yang
kehilangan arah dan tujuan karena otomatisasi dari aktivitas dan illusion of stability (ilusi
akan kepastian). Masa remaja memang penuh dengan dinamika yang kadang meriah,
kadang suram. Namun di luar dari kejadian sehari-hari, seberapa banyak yang
memikirkan secara serius masa depannya dan menjalaninya accordingly secara konsisten,
baik dengan cara membekali diri dengan ketrampilan maupun mematangkan
ketrampilan dan keahlian yang sudah ada. Berapa banyak yang sudah mencari
tahu apa yang dilakukan remaja-remaja di Negara lain, di tempat lain, di
pulau lain atau di desa lain. Berapa banyak yang menelusuri masa depan
Indonesia dan untuk itu apa yang "saya" butuhkan untuk bisa survive dan eksis di masa
nanti; dan "apa yang bisa saya lakukan untuk tanah air ini".
Jawaban atas pertanyaan ini seharusnya bisa membawa konsekuensi minimal
munculnya tindakan untuk berpikir, sebelum melangkah pada mencari tahu di
internet atau teleivisi atau media lainnya. Penemuan itu tidak selamanya
positif, sangat mungkin menemukan kesuraman. Akan tetapi terlepas dari
realita saat ini, yang perlu dipikirkan adalah persiapan menghadapi realita
yang akan datang, bukan ? Masalahnya, apakah dengan sikap mediocre kita bisa menghadapi
masa datang ? apakah sikap hidup yang mediocre menjamin kita mampu beradaptasi terhadap perubahan dan
pergerakan yang begitu cepat?
|
Berawal Dari Krisis
|
Pertanyaan ini jika diarahkan pada diri
sendiri, kemungkinan menimbulkan krisis yang seyogyanya tidak dihindari meski
membuat hati tidak nyaman. Sayangnya kebanyakan remaja masih banyak yang
memilih untuk menghindar berhadapan dengan calon kenyataan ini, dan memenuhi
pikiran serta perasaan dengan hal-hal yang "mudah, sederhana dan
menyenangkan", kalau perlu tidak usah berpikir apalagi memikirkan
yang serius-serius. Padahal, jika di selidiki, setiap remaja pasti
punya mimpi besar. Keri Russel mengatakan "Sometimes
it's the smallest decisions that can change your life forever". Pepatah ini secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa
bukan soal besar kecilnya keputusan maupun tantangan yang dihadapi, namun
apakah kita berani membuat keputusan. Otomatisasi membuat kita tidak terbiasa
mengubah rutinitas dan kepastian ritme. Kenyamanan membuat kita enggan
beresiko; beresiko susah, gagal, kehilangan image, resiko di lecehkan, di
tertawakan, di sangsikan, dsb. Namun kita tidak boleh lupa bahwa tidak
berubah pun ada resikonya yakni stagnasi dan kematian (dalam arti eksistensial).
Tanda-tanda kehidupan adalah perubahan, jika tidak ada perubahan, berarti
bukan lagi organism dan artinya kita menghilangkan kemanusiaan kita.
|
Jika kita tidak berpikir jauh ke depan, maka
kita tidak merasa perlu untuk berubah karena masih lebih banyak orang yang
terjebak dalam kekinian tanpa melakukan sesuatu yang signifikan baik untuk
diri mereka sendiri apalagi untuk orang lain. Salah satu tanda apakah kita
terjebak dalam lingkaran semu yang tidak esensial, adalah jika kehidupan kita
terasa monoton, berjalan di tempat, tidak ada perubahan kualitas diri, tidak
ada penambahan kepandaian atau keahlian, tidak juga tambah maju, bahkan kerap
mengalami persoalan yang serupa hanya kemasan yang berbeda, kasusnya
yang beda, atau "pemain" -nya yang berbeda. Atau, kita
menjadi semakin takut terhadap perubahan itu sendiri, jadi ketika ada yang
mengkritik, kita jadi sensitive. Jika ada yang mengganti jadwal, kita jadi
emosional; ketika ada yang mengganti sistem, kita protes karena harus
mempelajari cara baru. Jika merasa demikian, itulah tanda kita harus
mengambil keputusan untuk merubah cara pikir, merubah kebiasaan, mengambil
tindakan nyata, dan bukan sekedar rencana.
|
Being, Doing and Becoming
|
Ada pepatah menarik, "Yesterday
is History, Tomorrow a Mystery, Today is a Gift, Thats why it's called the
Present". Pepatah ini saya ungkapkan dan
sasarkan pada para remaja terutama, supaya kita semua berhenti mengacukan
diri pada segala sesuatu yang bersifat sementara, memakai ukuran jangka
pendek maupun sibuk dengan persoalan yang tidak esensial / tidak penting karena
ternyata hidup ini dibangun dari kekinian di tengah konteks perubahan yang
sangat cepat.. Seperti kata Thomas L Friedman, "When
the world is flat, whatever can be done will be done. The only question is
whether it will be done by you or to you".
|
Indonesia kelak membutuhkan nanotechnologist, biomedical engineer, self enrichment and
educators, energy resources engineer, dan banyak
lagi. Pertanyaannya, apakah Anda, para remaja punya kemampuan dan keahlian
yang dikatakan di google sebagai pekerjaan yang paling dibutuhkan 10 tahun
mendatang. Apakah kita siap menghadapi perubahan drastic dunia dengan
kekinian kita apa adanya ? Apakah kita masih bisa hidup tenang, nyaman, enak
pada 10 tahun mendatang dengan kekinian dan kebiasaan yang kita pertahankan
ini ? Apakah kita tahu bagaimana menggenapi mimpi kita sendiri dan
apakah kita mampu menggenapi misi kita selama hidup di dunia ini. Mulailah
kita menjawab satu per satu pertanyaan itu supaya kita bisa melanjutkan kehidupan
ini dengan lebih baik. Cogito Ergo Sum Oleh :
Jacinta F. Rini http://www.e-psikologi.com/
|
Rabu, 04 Juni 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
POSITIF comment... OK!